Senin, 06 Juni 2011

"Hadis Tanawwu’ al-‘Ibâdah"

 Oleh: S u p r i z e n, MA


A. Pengertian Tanawwu’ al-‘Ibâdah
Secara bahasa Tanawwu’ al-‘Ibâdah terdiri dari dua kata yakni Tanawwu’ dan al-‘Ibâdah. Tanawwu’ berasal dari kata ناعَ- يَنُوعُ- نَوَعاناً- تَنَوَّعَ- تَنَوُّعاً yang berarti beragam atau bermacam-macam baik sedikit atau banyak. Sedangkan Ibadah ditinjau dari segi bahasa bermakna :
العبادةِ في اللغة الطاعةُ مع الخُضُوعِ.
Artinya: “Ibadah secara bahasa bermakna patuh dan tunduk.”.

Ibadah ditinjau dari segi istilah bermakna :
العبادة هو فعل المكلف على خلاف هوى نفسه تعظيما لربه

Artinya: “Ibadah adalah perbuatan si mukhallaf dalam rangka mengagungkan Tuhannya untuk menghalang hawa nafsunya”.

Dalam defenisi di atas Tanawwu’ al-‘Ibâdah dapat diartikan dengan berbagai macama bentuk ibadah yang dilakukan oleh si mukhallaf (hamba) kepada Allah subhânahu wata’âla dalam rangka mengagungkan-Nya.

Sedangkan yang dimaksud dalam pembahasan makalah ini adalah pembahasan tentang Hadits-hadits Tanawwu’ al-‘Ibâdah. Hadis-hadis Tanawwu’ al-‘Ibâdah berarti hadits-hadis yang menerangkan praktek ibadah tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah akan tetapi antara yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan, bukan pertentangan, sehingga menggambarkan keberagaman dalam pelaksanaan ibadah tersebut.

B. Contoh Hadis-hadis Tanawwu’ al-‘Ibâdah
Contoh hadis-hadis tentang ragam cara praktek ibadah dan bacaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

(1). Hadis-hadis yang Menjelaskan Tentang Praktek Ibadah yang Dialukan oleh Nabi Berupa Wudhû’.
عن ابن عباس رضى الله عنه قال : توضأ رسول الله صلى الله عليه وسلم مرة مرة. (رواه الجماعة الا المسلم).
Artinya: “hadis dari Ibnu ‘Abbâs RA, dia berkata,” Rasulullah Shallallâhu ‘alai wasallam ber-wudhu’ (membasuh anggota tubuh) satu kali, satu kali”.
عن عبد اللة ابن زيد: أن رسولالله صلى الله عليه و سلم توضأ مرتين مرتين. (رواه احمد و البغارى).
Artinya: “hadis dari ‘Abdullah bin Zaid, bahwa Rasulullah Shallallâhu ‘alai wasallam ber-wudhu’ (membasuh anggota tubuh) dua kali, dua kali”.
عن عثمان رضى الله عنه : :ان النبي صلى الله عليه و سلم توضأ ثلاثا ثلاثا. (رواه احمد و مسلم).
Artinya: “hadis dari ‘Utsman RA sesungguhnya Nabi Shallallâhu ‘alai wasallam ber-wudhû’ (membasuh anggota tubuh) tiga kali ,tiga kali”.
Tiga contoh praktek Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam ber-wudhû’ di atas merupakan ragam ibadah yang ketiganya diajarkan oleh Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam dan diriwayatkan dengan isnad yang shahîh.

(2). Hadits-hadits yang Menjelaskan Tentang Bacaan Nabi Berupa Basmalah di Jahar-kan atau disir-kan.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ عَنْ شُعَيْبٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ بِسْم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ ( غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ) فَقَالَ آمِينَ فَقَالَ النَّاسُ آمِينَ وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ فِي الِاثْنَتَيْنِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .

Artinya: “hadis dari Nu’aim al-Mujamir “saya shalat dibelakang Abû Hurairah. (Dalam shalat it) dalam shalat itu Abû Hurairah membaca Bismi Allâh al-Rahmân al-Rahîm.”. setelah itu dia membaca Umm al-Qur’an (al-Fâtihah), setelah sampai kepada bacaan ghair al-maghdhûb ‘alaihim wala al-Dhâlin, lalu dia membacaâmîn dan makmum mengikutinya. Pada setiap kali sujud, di mengucapkan Allâh al-Akbar, begitu juga dia berdiri pada rakaat kedua. Setelah dia mengucapkan salam dia berkata “Demi Zat (Allah) yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya aku memperlihatkan kepada kamu semuanya (cara) shalat yang dikerjakan oleh Rasulullah.” (HR. Al-Nasâiy).

أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ قَالَ حَدَّثَنِي عُقْبَةُ بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ وَابْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِي اللَّهم عَنْهممْ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَجْهَرُ بِ بِسْم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ .

Artinya: “hadis dari Anas bin Mâlik: saya shalat debelakang Raulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam, Abû Baka, ‘Umar dan Utsmân radhiyallâhu ‘anhum. Dalam shalat tersebut saya tidak mendengarkan seorang diantafa mereka yang membaca bismi Allâh al-Rahmân al-Rahîm.” (HR. Al-Nasâiy) .
Kedua contoh praktek bacaan basmalah Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam di atas merupakan ragam ibadah yang keduanya diajarkan oleh Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam dan diriwayatkan dengan isnad yang shahîh.

C. Metode Penyelesaian Hadis-hadis Tanawwu’ al-‘Ibâdah
Untuk menyelesaikan hadis-hadis tanawwu’ al-Ibâdah ada tiga langkah yang ditempuh secara berurutan, yaitu:

1) memperhatikan nilai dan kwalitas dari masing-masing hadis tersebut. Perlu dikaji lebih dahulu tentang status hadis itu maqbûl (Shahîh dan hasan) atau mardûd. Jika hadis tersebut tidak maqbûl, maka itu tidak tergolong kepada hadis-hadist tanawwu’ al-Ibâdah.
2) Apabila hadis tersebut sudah maqbûl barulah dikaji ajaran yang diterkandung dalam hadis tersebut. Ajaran yang dibawanya bertentangan atau tidak, jika terdapat pertentangan, maka harus dikaji lagi kemungkinan telah trjadi nasakh diantaranya. Sebab, tidak mungkin hadis Nabi bertentangan satu sama lain sedangkan umat Islam dituntut untuk beramal dengannya.
3) setelah jelas hadis itu tidak bertentangan satu sama lain, barulah hadis-hadis itu dipahami sebagai macam-macam bentuk ibadah yang diajarkan oleh Nabi. Umat Islam boleh mengamalkan salah satu dari hadis-hadis tersebut. Tidak boleh mefonis satu yang diamalkannya yang lain di tolaknya. Dalam mengamalakan ajaran agama ini tidak boleh mengatakan kenapa demikian, sedangkan umat Islam dituntut untuk mengikut saja apa adanya. Sebagaimana kaedah yang ditetapkan oleh para ulama:
الأصل فى العبادات التوقيف و الاتباع
Artinya: “Hukum asal dalam ibadah adalah menerima dan mengikuti (sebagaimana yang dijarkan oleh Rasulullah)”.

D. Beramal dengan Hadis-hadis Tanawwu’ al-‘Ibâdah
Manakah yang lebih afdhal (yang paling utama) untuk diamalkan? Dalam masalah ini perlu diperhatikan tiga hal:
(1) Memperhatikan manakah yang paling sering dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, sebab Raulullah dan para sahabat selalu melaksanakan ibadah dalam bentuk yang utama, kecuali dalam keadaan tertentu saja.
(2) memperhatikan ajaran yang dibawa oleh hadis itu sendiri, manakah yang lebih tepat dan lengkap sesuai dengan situasi dan kondisi si pemakai. Rasulullah adakalanya mengajarkan pelaksanaan ibadah sesuai dengan situasi dan dondisi seseorang atau Rasulullah memberikan keringanan untuk melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan kemampuan dan kondisi tertentu.
(3) memperhatikan manakah di antara hadis-hadis tersebut yang lebih tinggi tingkat ke-shahîh-annya. Maka dalam hal ini tingkat kesempurnaan lebih penting untuk dijadikan yang utama.
Menetapkan pilihan untuk menentukan mana yang lebih utama harus menggunakan kriteria di atas secara berurutan. Jika syarat pertama sudah terpenuhi, maka itu suda cukup tidak perlu kriteria selanjutnya. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan mengadakan pemilihan dengan cara benar-salah atau hitam putih untuk kriteria 2 dan 3.


E. Kesimpulan
Hadis-hadis Tanawwu’ al-‘Ibâdah adalah Hadis-hadis yang menerangkan praktek ibadah tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah akan tetapi antara yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan, bukan pertentangan, sehingga menggambarkan keberagaman dalam pelaksanaan ibadah tersebut.
Solusi untuk mengamalkan hadis-hadis tersebut adalah. Pertama, memperhatikan nilai dan kwalitas dari masing-masing hadis tersebut. Untuk menentukan hadis tersebut maqbûl dan mardûd-nya.
Kedua, Apabila hadis tersebut sudah maqbûl barulah dikaji apakah ajaran yang dibawanya bertentangan atau tidak, jika terdapat pertentangan, maka harus dikaji lagi kemungkinan telah trjadi nasakh diantaranya.
Ketiga, setelah jelas hadis itu tidak bertentangan satu sama lain, barulah hadis-hadis itu dipahami sebagai macam-macam bentuk ibadah yang diajarkan oleh Nabi. Umat Islam boleh mengamalkan salah satu dari hadis-hadis tersebut. Tidak boleh mefonis satu yang diamalkannya yang lain di tolaknya.
Sedangkan cara untuk beramal dengannya adalah, pertama, Memperhatikan manakah yang paling sering dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Kedua, Memperhatikan ajaran yang dibawa oleh Hadîts itu sendiri, manakah yang lebih tepat dan lengkap sesuai dengan situasi dan kondisi si pemakai. Ketiga, memperhatikan manakah di antara Hadîts-Hadîts tersebut yang lebih tinggi tingkat ke-shahîh-annya. Maka dalam hal ini tingkat kesumpurnaan lebih penting untuk dijadikan yang utama Wa Allahu a'lam.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Hakim, ‘Abdul Hamid, al-Bayân, Padang Panjang: Sa’adiyah Putra, tth).
Al-Ghazaliy, Abû Hamid Muhammad ibnu Muhammad, al-Mustashfâ min al-‘Ilmi al-Ushûl, Beirut: Dâr al-Fikr, tth, juz. I
Ibnu Manzhûr, Lisân al-‘Arab, Beirût: Dâr al-Shâdr, tth, cet. Ke-I, juz. 8.
Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Beirut: Dâr al-‘Arabiyyah, 1398 H, jilid. XXII.
Al-Jurjânî, ‘Alî bin Muhammad bin ‘Alî disebut juga al-Jurjânî, al-Ta’rîfât, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Arabî, 1405 H). cet. Ke-I.
Al-Nasâiy, Abû ‘Abd al-Rahmaân bin Syu’aib ‘Ali bin Sinân bin Bakr, kitab al-Imâmah, bab Qirâah Bismi Allâh al-Rahmân al-Rahîm, hadis nomor 898. Beirût: Dâr al-Fikr, 1930/ 1348, juz. Ke-I.
Al-Syaukanî, Muhammad Ibnu ‘Ali Ibnu Muhammad, (selanjutnya disebut al-Syawkanî), Nayl al-Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar min Ahadîts Saiyid al-Akhyar, Beirut: Dâr al-Fikr, 1982, cet. Ke. I.
Safri, Edi, al-Imâm Syâfi’î: Metode Penyelesaian Hadis-hadis Mukhtalif, Padang: IAIN Imam Bonjol Padang Press, 1999.
Zulheldi, Memahami Hadis-hadis yang bertentangan kajian kritis terhadap hadis-hadis basmalah dalam Shalat Jahar dan Solusinya dari Ilmu Hadis,(Jakarta: Nuansa Madani, 2000, cet. Ke-I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar